BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyoroti sikap arogansi oknum Polisi Bulukumba yang dianggap menghalangi aktivitas jurnalis saat menjalankan tugas peliputan di Gudang Logistik KPU Bulukumba, pada Rabu, 10 Januari 2024.
Ketua AJI Makassar Didit Haryadi menyayangkan sikap oknum personel Polres Bulukumba yang telah menghalangi kerja-kerja jurnalistik.
"Kami (AJI Makassar) menyesalkan sikap polisi yang menghalangi kerja-kerja jurnalistik. Seharusnya polisi paham karena KPU juga sudah memberikan izin kepada jurnalis untuk meliput surat suara yang rusak," sesal Didit saat dikonfirmasi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID.
Didit menegaskan bahwa menghalangi aktivitas jurnalis bisa dipidana seperti apa yang diatur dalam pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Didit juga menyoroti KPU Bulukumba yang seharusnya berkoordinasi dengan polisi yang bertugas agar aktivitas peliputan di Gudang Logistik KPU Bulukumba tetap lancar.
Didit juga mendesak pihak Polres Bulukumba dalam hal ini Kapolres Bulukumba agar memberikan pemahaman kepada anggotanya terkait kerja-kerja-kerja jurnalistik, serta meminta maaf atas apa yang telah dilakukan kepada jurnalis.
"Sebelum kami bertindak lebih jauh. Kami menunggu dulu laporan resmi dari teman-teman dan kami mendesak Kapolres Bulukumba agar memberikan pemahaman kepada anggotanya di bawah dan meminta maaf atas larangan yang dilakukan polisi saat teman-teman jurnalis ingin liputan surat suara rusak," pinta Didit
Senada dengan itu, Sekretaris IJTI Sulsel, Haeril, juga sangat menyayangkan sikap arogansi oknum Polisi terhadap jurnalis yang menjalankan tugas.
"Teman-teman sudah melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai jurnalis meliput kertas suara yang rusak di sana, bahkan ketua KPU Bulukumba turut mendampingi saat proses peliputan tersebut," ungkap Haeril.
IJTI Sulsel menyarankan agar dilakukan evaluasi antara pihak Polres Bulukumba dengan KPU Bulukumba agar tidak terulang kejadian serupa.
"Sikap dari oknum polisi ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi," imbuh Haeril.
Sebelumnya, salah seorang oknum Polisi Bulukumba diduga telah menghalangi aktivitas jurnalistik saat jurnalis ingin meliput kertas suara yang rusak di Gudang Logistik KPU Bulukumba, pada Rabu, 10 Januari 2024.
Jurnalis Metro TV, Musdalifa mengaku dihalangi oleh oknum anggota Polres Bulukumba saat hendak mengambil gambar contoh kertas suara yang rusak.
"Saya mau liputan kertas suara yang rusak, dan ini sudah melalui izin dari Ketua KPU. Tapi saat saya mau ambil gambar tiba-tiba itu polisi melarang dengan cara membentak," ungkap perempuan yang akrab disapa Ifa tersebut.
Tak hanya dihalangi, namun Ifa yang juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar itu juga sempat dibentak dan diminta untuk diam.
Berdasarkan hasil penelusuran RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID oknum polisi yang diduga menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik itu bernama Aiptu Azhar bertugas di SDM Polres Bulukumba.
Kabag OPS Polres Bulukumba, AKP Andi Huseng yang dikonfirmasi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID membenarkan bahwa pihaknya memang menempatkan personel untuk melakukan penjagaan di Gudang Logistik KPU Bulukumba.
Terkait kejadian dugaan oknum anggotnya yang menghalangi kerja-kerja jurnalis di sana, AKP Andi Huseng mengaku belum memperoleh informasi.
Kendati demikian, Andi Huseng berjanji akan memanggil oknum polisi yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi. Serta menjelaskan kepada anggotanya terkait kerja-kerja jurnalistik.
"Mungkin yang bersangkutan belum memahami soal kebebasan pers, tapi saya akan segera panggil untuk minta klarifikasinya," katanya.
Diketahui, menghalangi kerja-kerja jurnalistik merupakan suatu bentuk pelanggaran pidana berdasarkan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. (1).
Pada pasal 18 ayat (1) berbunyi, "setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)."
Di mana, pasal 4 ayat (2) berbunyi "Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran." Dan ayat (3) berbunyi "untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi." ****