Waspada! Desa Sasaran Empuk Peredaran Narkoba

  • Bagikan
Dodi Rahmawan, Dirnarkoba Polda Sulsel

MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Tindak pidana penyalahgunaan narkoba di Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan masih menjadi persoalan yang belum juga terselesaikan. Kurang dari 10 bulan, sejak Januari 2022 sampai 3 Oktober 2022, Polda Sulsel telah mengungkap 1.661 kasus narkoba.
Hampir setiap bulan ada ratusan kasus yang ditangani Kepolisian. Peredaran narkoba memang marak terjadi tidak hanya di perkotaan, tetapi sudah sampai ke desa-desa.

Mirisnya, baik pelaku yang merupakan pengedar maupun masyarakat yang menjadi korbannya tidak sedikit dari kalangan pemuda, bahkan remaja. Situasi ini nyatanya telah menjadi faktor utama penghambat perkembangan masyarakat di desa.

Direktur Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sulsel, Kombes Pol. Dodi Rahmawan, mengatakan memasuki pertengahan Oktober jumlah kasus narkotika yang berhasil diungkap pihaknya sebanyak 1.661 kasus. Jika dirata-ratakan  sekira 160-an kasus setiap bulannya.

Menurut Dodi, dari banyak kasus diungkap ternyata tidak sedikit desa yang masuk dalam zona rawan peredaran narkoba berdasarkan hasil penindakan. Oleh karena itu, melalui program pemolisian masyarakat, pihaknya akan menyasar desa-desa tersebut untuk dilakukan pemberdayaan.

"Kita akan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa mereka itu adalah korban. Sehingga apabila ditemukan ada ciri-ciri pengguna narkoba yang ditemukan, kita rangkul dia, kita selamatkan," ujarnya, Jumat, 8 Oktober.

"Sebenarnya saya terlalu jauh mengambil peran itu, perannya pemerintah daerah. Tetapi karena kita juga punya program pemolisian masyarakat, maka saya coba lakukan pendekatan itu," sambungnya.

Dodi mengungkapkan, pemberdayaan tersebut akan digalakkan dalam waktu dekat. Sasarannya adalah desa-desa yang terindikasi daerah rawan peredaran narkoba.

Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari misi Ditresnarkoba Polda Sulsel dalam melakukan upaya pencegahan dan penindakan. Tentu saja, kata dia, peran serta masyarakat dibutuhkan untuk mewujudkannya.

Seperti misalnya, program ini akan mengajak tokoh-tokoh masyarakat di desa untuk menjadi garda terdepan dalam mencegah peredaran narkoba. Salah satu cara dengan mengidentifikasi para korban penyalahgunaan obat-obatan terlarang tersebut.

"Kita akan terus menggalakkan desa Bersinar (bersih tanpa narkoba). Yang dekat-dekat ini, kita berencana menggelar FGD (Focus Group Discussion) di salah satu desa di Takalar, Selayar, hingga Bone," ujarnya.

Dalam FGD tersebut, tokoh masyarakat di desa akan diberikan pemahaman bahwa orang-orang pengguna narkoba itu jangan dijauhi. Akan tetapi didekati untuk disembuhkan.

"Berbeda dengan misalnya dia pengedar, masyarakat juga diminta untuk mengambil peran, laporkan dan kita akan tindak," tegasnya.

Secara garis besar, upaya yang akan dilakukan Ditresnarkoba Polda Sulsel ingin menjadikan miniatur desa tetap tumbuh dengan kearifan lokalnya. Agar tidak hanya masalah narkoba yang bisa diatasi, bisa juga soal bagaimana mengatasi persoalan pariwisita yang sebenarnya potensial dimiliki desa namun terabaikan karena benda haram tersebut.

"Harapan saya pemberdayaan masyarakat ini, ujungnya juga adalah ekonomi masyarakatnya meningkat," tukasnya.

Sosiolog Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Jalaluddin Basyir, menilai tingginya peredaran yang terjadi di desa-desa disebabkan salah satunya faktor literasi rendah. Masyarakat masih membutuhkan pengetahuan tentang bahaya narkoba.

"Yang terpenting adalah literasi. Pemahaman orang-orang kampung itu belum terjamah dengan baik tentang bahaya narkoba. Sehingga peredaran narkoba itu gampang, mudah dimasuki sama bandar-bandar di perkotaan," ucapnya.

Ketidak tahuan masyarakat ini adalah hal yang seharusnya sejak awal menjadi masalah bersama pemerintah dan kepolisian. Jangan sekedar mengajak tokoh masyarakat berperan melakukan pelaporan.

"Kalau hanya mengandalkan tokoh masyarakat, memang bagus, tetapi bisa saja tidak efektif saya kira. Yang harus dilakukan pemda dan kepolisian, harus melalui literasi bahaya narkoba itu," ujarnya.

"Kalau perlu di level paling kecil keluarga ada ekstrakulikuler bahaya narkoba. Istilahnya harus ada back-up kalau kemudian upaya mengajak tokoh publik itu tidak berjalan atau stag nantinya," sambung alumnus Magister Culture Studies Universitas Gadjah Mada ini.

Pentingnya literasi, ditegaskan pria yang karib disapa Jalal ini, tidak lain karena dampak dari peredaran narkoba di desa bisa sangat besar. Bukan hanya bahaya bagi kesehatan, tetapi juga tatanan kehidupan di sana.

"Parahnya karena kalau (peredaran narkoba) massif, bukan hanya kesehatan, masyarakat desa yang punya karakter organik dengan kolektifitasnya bisa dirusak. Mulai dari hubungan mereka, pola kerja, termasuk juga pola pikirnya. Yang organik itu berubah," cetusnya. (baso marewa)

  • Bagikan