Bhabinkamtibmas Tanete Tingkatkan Perlindungan Perempuan Melalui Pemberdayaan KWT

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Kemandirian ekonomi perempuan menjadi isu sentral sebagai salah satu solusi meningkatkan perlindungan dari kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini menarik perhatian personel Polres Bulukumba, Bripka Nuraeni yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di Kelurahan Tanete, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba.

Dengan inisiatifnya, Bripka Nuraeni melakukan pemberdayaan perempuan di bidang pertanian dengan membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT). Dukungan peningkatan ekonomi melalui Kebun Marodeng merupakan inovasi yang diinisiasi Bripka Nuraeni dengan konsep kolaborasi melibatkan Babinsa, pemerintah setempat, dan penyuluh pertanian.

Bripka Nuraeni sebenarnya pernah melakukan kolaborasi untuk pemberdayaan di tempat tugas sebelumnya. Pengalaman itu membuatnya memahami bahwa penguatan kapasitas penting untuk mendukung peningkatan kualitas hidup manusia. Artinya mencegah masalah sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sebagai ujung tombak pelayanan Krpolisian kepada masyarakat, hampir setiap hari Bripka Nuraeni melakukan silaturahmi sekaligus memetakan potensi yang dapat dikembangkan. Di awal bekerja, laporan yang ditanganinya banyak berkaitan dengan kekerasan ekonomi yang terjadi dalam lingkup rumah tangga (KDRT) yang menjadikan perempuan dan anak sebagai korban.

Permasalahan tersebut tak sampai pada tahapan pelaporan resmi karena berhasil dimediasi. Namun dari kasus tersebut berharap ada upaya lain yang menjadi solusi pencegahan.

"Meskipun kasus seperti ini jarang dilaporkan karena kita mediasi tapi ini yang menjadi dasar saya bagaimana mendorong penguatan ekonomi mereka (ibu-ibu)," ungkap Bripka Nuraeni saat diwawancara di awal Juni 2023 lalu.

Menurutnya, kekerasan ekonomi sendiri sering terjadi terjadi ketika pelaku mendapatkan kendali penuh atas sumber daya keuangan korban. Motifnya cukup beragam, mulai dari kontrol ekonomi, sabotase pekerjaan, hingga ekploitasi ekonomi. Namun pada banyak kasus, faktor ekonomi sering menjadi pemicu kekerasan lainnya.

Bertugas di Januari 2022, enam bulan kemudian Bripka Nuraeni mendapatkan ide pemberdayaan dan mulai gencar melakukan diskusi dengan ibu-ibu di Tanete. Ia kemudian menggandeng pihak-pihak yang memiliki keterkaitan secara langsung maupun yang dapat mendukung penguatan kapasitas sumber daya kelompok sasaran. Selanjutnya dibentuklah KWT Marodeng, mengaktifkan juga KWT Manalagi dan menggarap perkebunan bersama di November.

"Saya melihat ibu-ibu di kampung itu serba bisa, ikut suami bertani ataupun mengurus ternak. Disitu saya melihat mereka ini punya potensi, sisa bagaimana mengarahkan ini," terang Bripka Nuraeni.

Kebun Marodeng sendiri merupakan lahan pribadi milik Bripka Nuraeni yang dikuasakan untuk pengelolaan kepada dua KWT. Luasnya mencapai seperdua hektare, berlokasi di Jl. Pepaya, Lingkungan Biroro. Awalnya lahan tersebut ditanami buah musiman seperti durian dan rambutan yang kemudian dipangkas dan tanahnya diratakan menggunakan alat berat.

"Saya pikir dikelolah untuk kebermanfaatan banyak orang lebih baik apalagi keluarga juga mendukung," katanya.

Sejak terbentuknya KWT, lanjut Bripka Nuraeni, pertemuan kelompok dilakukan secara intens dengan tujuan untuk membangun karakter positif mereka. Berbagai kegiatan dilakukaann seperti pengajian untuk meningkatkan kesejahteraan rohani, diskusi tematik, maupun sekedar arisan. Harapannya, KWT ini bisa mengambil bagian dalam membina rumah tangganya menjadi lebih baik dan harmonis.

"Ada satu hal yangg menjadi kebiasaan buruk juga di sebagian masyarakat, yakni minum ballo (miras lokal), ini kan juga bisa jadi pemicu. Jadi kita dekati ibu-ibunya untuk mengedukasi suami juga," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua KWT Manalagi, Rismawati, mengaku kebun garapan bersama membantu mengurangi pengeluaran belanja khususnya untuk sayur mayur. Bentuk pemberdayaan juga membantu kelompok perempuan di lingkungannya menjadi lebih produktif. Meskipun diakui dari 60 orang yang tergabung dari dua KWT, yang aktif dan terbangun kesadarannya belum keseluruhan.

“Ini kan masih baru kebunnya, kalau untuk konsumsi itu sudah dirasakan dan kita tidak belanja sayur lagi. Kalau ini berjalan baik, potensinya membantu keuangan keluarga KWT itu ada,” jelasnya.

KWT Manalagi sebenarnya sudah terbentuk sejak 2015. Hanya saja, penerapan pertaniannya di halaman rumah masing-masing menggunakan poly bag. Selain jarang interaksi dengan ibu-ibu yang ada dalam kelompok, tantangan lainnya adalah penguatan organisasi kala itu belum berjalan.

“Dulu itu sebenarnya bagus juga, tapi diawal-awal saja. Jarang pertemuan, mana kalau cuma saya susah mengatur ibu-ibu,” keluhnya.

Aktivitas di lokasi perkebunan bisa dikatakan berjalan setiap hari. Meskipun Rismawati tidak sempat berkunjung, yang lainnya datang bergantian sepanjang mereka tidak ada kesibukan. Kebun Marodeng digarap dengan prinsip pelibatan setiap individu yang tergabung dalam dua KWT tersebut.

“Ada pertemuan bulanan semacam bimbingan yang menguatkan dorongan ibu-ibu untuk berkebun,” terangnya.

Lokasi kebun yang strategis membuat KWT bersemangat untuk mengurus tanaman. Jaraknya dari sumber air (bendungan) hanya 12 meter. Kemudahan lainnya, letaknya tak jauh dari jalan besar. Tanaman yang dibudidayakan berupa buncis, cabe, kangkung, terong, tomat, kacang-kacangan, jahe dan kunyit. Selama digarap, KWT sudah panen tiga kali.

Keterlibatan Babinsa Kelurahan Tanete Koramil 1411-02, Sertu Arifuddin merupakan upaya khusus dalam mendukung peningkatan hasil pertanian KWT. Bukan hanya mengingatkan manfaat bercocok tanam, tetapi membantu saat penanaman maupun pembersihan lahan. Hal ini sejalan dengan tugasnya untuk menjaga keamanan dan membantu peningkatan kesejahteraan rakyat.

“Kadang sama-sama bercocok tanam, menyampaikan bagaimana anjuran tanam dan penggunaan pupuk. Kami tekankan menggunakan pupuk kompos agar tidak merusak lingkungan,” ungkapnya.

Dorongan perkebunan organik, diakui Sertu Arifuddin untuk kontinuitas perkebunan. Dengan pupuk kompos atau pupuk kandang menjaga tanah tetap subur. Selain itu dapat meningkatkan hasil panen dan untuk kualitasnya juga lebih baik dan aman bagi kesehatan.

“Kalau tanah rusak, berarti berkurang lagi lahan pertanian yang artinya bisa mengancam ketahanan pangan ke depan,” tambahnya.

Penyuluh Pertanian Tanete, Ikhwan Nur menambahkan, pihaknya beberapa kali mengajarkan dan membantu pembuatan pupuk organik untuk penggunaan di Kebun Marodeng. Bahan dasarnya kotoran ternak yang dikumpulkan ibu-ibu kemudian diolah, dipadatkan agar manfaatnya lebih baik untuk lingkungan.

“Saya rasa untuk berkebun tidak ada yang susah, petani ini sebenarnya perlu diajarkan langsung karena mereka ini yang belajar matanya. Kalau sekarang disuruh buat sendiri, mereka sudah bisa,” katanya.

Edukasi penggunaan pupuk organik, menurutnya tantangannya diawal-awal adalah pembuktian kepada petani bahwa ini lebih baik dari segala aspek. Misalnya dalam menekan biaya produksi tentu jauh lebih murah, kemudian tidak membuat polusi udara dan juga menambah kesuburan tanah.

“Dengan perkebunan ini bisa memenuhi kebutuhan sayur harian dan lebih sehat pula,” sambungnya.

Dengan hadirnya Kebun Marodeng, diakui Ikhwan, menjadi tempat belajar bagi petani lokal dalam penerapan pertanian organik. Pihaknya juga mendorong mereka untuk tetap melanjutkan perkebunan di halaman rumah dengan polybag yang telah dibagikan kepada masing-masing anggota. Pemanfaatan semua potensi pertanian dianggap bisa memberikan dampak ekonomi lebih baik ke depannya.

“Ini sangat potensi meningkatkan ekonomi, apalagi di sini kan ada ibu-ibu penjual juga. Nanti hasilnya dijual ke pasar dan dicatat dalam pembukuan KWT,” tambahnya.

Praktik baik melalui Perkebunan Marodeng tidak hanya berkontribusi terhadap penguatan kapasitas sumber daya bagi yang tergabung didalamnya. Pertanian organik juga bentuk menyikapi perubahan iklim dan mendukung pengurangan emisi karbon dimana Indonesia menargetkan sebesar 29 persen di tahun 2030.(**)

Penulis: SuparmanEditor: Suparman
  • Bagikan