Tiga Bulan Kasus KWT di Bulukumba Mengendap

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Kasus dugaan korupsi program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) Kementerian Pertanian (Kementan) untuk Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kabupaten Bulukumba yang saat ini ditangani Polres Bulukumba tidak kunjung ditingkatkan.

Meski awalnya penyidik Tipikor Polres Bulukumba telah turun langsung melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penerima tetapi kasus ini belum juga ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.

Padahal kasus tersebut sudah ditandatangani oleh Tipikor Polres Bulukumba sejak tiga bulan lalu tepatnya sejak Februari 2023.
Kasat Reskrim Polres Bulukumba, AKP Abustam yang dikonfirmasi mengatakan bahwa kasus ini masih berproses.

"Masih penyelidikan. Masih berproses," kata AKP Abustam saat dikonfirmasi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID, baru-baru ini.

Abustam mengakui bahwa tidak ada kendala dalam proses penanganan dugaan korupsi anggaran Kementan tersebut.

"Belum ada kendala (penanganan kasus). Masih berproses. Terimakasih," imbuh AKP Abustam.

Peneliti Anti Corruption Commite (ACC) Sulawesi Selatan (Sulsel), Anggareksa, beranggapan bahwa penanganan kasus KWT di Polres Bulukumba lamban.

Dan menurut Angga itu memenunjukkan bahwa Tipikor Polres Bulukumba tidak memiliki komitmen dalam menuntaskan kasus korupsi.

"Kalau kita pelajari kronologinya kasus ini sebenarnya korupsi yang masih konvensional, menurut kami ini tinggal komitmen dari penyidik Tipikor Polres Bulukumba untuk menyelesaikan kasus ini," kata Angga.

Menurut Angga, jika penyidik memiliki komitmen untuk menuntaskan kasus korupsi, maka kasus KWY bukan kasus yang rumit untuk dituntaskan.

"Menurut kami komitmen pemberantasan korupsi itu yang lemah di penyidik Tipikor Polres Bulukumba," ketus Angga.

Secara konstruksi hukum kata Angga, kasus KWT bukanlah kasus yang sulit untuk dituntaskan, karena indikasi korupsinya sudah terang benderang.

"Bantuan dari Kementan untuk KWT sebesar 50 juta tapi yang dikelola hanya 20 juta dan itu diakui sendiri oleh penerima. Itukan sudah sangat terang benderang korupsinya," terang Angga.

"Seharusnya sudah tidak ada alasan bagi penyidik untuk tidak meningkatkan kasus ini," imbuhnya.

Pegiat Anti Korupsi, Djusman AR, yang dimintai tanggapan mengatakan bahwa penanganan kasus korupsi oleh penegak hukum sudah seharusnya menjadi kasus prioritas sebagaiman yang di atur dalam Inpres nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pembarantasan Korupsi.

"Dalam konteks penanganan kasus dugaan Korupsi KWT di Kabupaten Bulukumba sudah seharusnya menjadi prioritas penegak hukum apalagi indikasinya sudah jelas ada pemotongan," ketus Djusman.

Selain itu, Koordinator Badan Pekerja Komite Anti Korupsi (KMAK) Sulawesi Selatan - Sulawesi Barat (Sulselbar) itu menekankan bahwa penegak hukum dalam hal ini Polisi untuk lebih transparan dalam menangani kasus korupsi.

"Informasi soal penanganan kasus korupsi itu adalah hak bagi masyarakat untuk mengetahui. Jadi penegak hukum tidak boleh terkesan menutupi suatu kasus korupsi," katanya.

Djusman menegaskan bahwa pemberantasan korupsi merupakan tanggungjawab semua pihak, olehnya baik itu penegak hukum, pegiat antikorupsi, bahkan media, harus saling bersinergi.

"Misalnya peran media sebagai alat untuk menyebar luaskan informasi. Ini sangat penting dimaksimalkan untuk mengedukasi masyarakat soal pemberantasan korupsi," terang Djusman.

Diketahui, terdapat 13 KWT di Kabupaten Bulukumba yang tercatat sebagai kelompok penerima dalam program P2L pada tahun anggaran 2022.

Namun pada proses penyaluran program yang diturunkan melalui aspirasi anggota DPR RI itu, diduga terdapat pemotongan nominal anggaran.

Dari 50 juta anggaran yang diterima oleh KWT, diduga dimintai oleh oknum pengelola program sebesar kurang lebih 20 juta atau sekitar 45 persen. (ewa/has/B)

  • Bagikan