Disabilitas Tuli Minim Akses Belajar Al-Quran, Panrita Inklusi dan Relawan Gesit Sosialisasi Quran Isyarat

  • Bagikan
Sosialisasi Quran Isyarat oleh Panrita Inklusi bersama Relawan Gesit Bulukumba di aula Kantor Kemenag Bulukumba, Rabu, 3 April 2024.

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Sejumlah disabilitas Tuli menjadi peserta dalam kegiatan sosialisasi Al-Qur’an Isyarat yang digelar oleh Panrita Inklusi bersama Relawan Gesit Bulukumba di aula Kantor Kemenag Bulukumba, Jalan Kenari, Kelurahan Loka, Kecamatan Ujungbulu, Kabupaten Bulukumba, Rabu, 3 April 2024.

Salman seorang disabilitas Tuli dipercaya membawakan sosialisasi dalam kegiatan tersebut dengan menggunakan bahasa isyarat.

Salman menceritakan dirinya pertama kali mulai belajar membaca Al-Quran tahun 2022, saat itu ia sudah berusia 22 tahun. Begitu juga dengan teman-teman Tuli yang hadir di kegiatan tersebut bahkan ada yang umurnya sudah 53 tahun juga sama sekali belum pernah belajar membaca Al-Quran.

Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan orang-orang dengar, di mana sudah mulai belajar membaca Al Qur'an saat berumur 7 tahun bahkan lebih muda lagi.

Menurut Salman kondisi tersebut yang mesti diperjuangkan agar Tuli dan disabilitas lainnya memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk belajar Al-Quran.

Dalam kegiatan tersebut turut hadir dari BAZNAS Bulukumba yang diwakili oleh Yusuf Shandy. Dalam tanggapannya Yusuf menyatakan bahwa BAZNAS mendukung program tersebut dan siap berkolaborasi dengan Panrita Inklusi.

"Istilah 'darurat' tidak bisa lagi menjadi alasan untuk tidak memikirkan dan mengupayakan pemenuhan kebutuhan Tuli dalam mengakses ilmu agama," jelasnya.

Begitu pula dengan pihak Kantor Kementeria Agama Bulukumba yang juga mendukung sepenuhnya apa yang akan dilakukan oleh Panrita Inklusi beserta Relawan Gesit untuk memasyarakatkan Quran aisyarat di tengah masyarakat Bulukumba.

Turut hadir Anggota DPRD Bulukumba Fraksi PKB, Andi Soraya Widyasari. Dalam kesempatannya menyampaikan tanggapan ia tidak ada lagi istilah 'normal' ataupun 'tidak normal' dalam menggambarkan perbedaan antara orang Dengar dan orang Tuli, begitupun dengan yang disabilitas dan yang bukan disabilitas.

"Ini merupakan stigma yang harus dihilangkan. No One Left behind. Pun sama dalam belajar agama, semua orang berhak mengakses ini, begitupan saudara kita yang disabilitas," jelas Andi Soraya.

Andi Soraya juga meminta kepada Kemanag dan Baznas agar mendukung pemenuhan kebutuhan kelompok disabilitas dalam mengakses pendidikan agama, semisal media pembelajaran, Al Qur'an dan kebutuhan lainnya.****

  • Bagikan