Kisah Bocah asal Kajang yang Dipenjara dan Dideportasi dari Malaysia

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID — Dua bocah laki-laki melangkah pelan masuk ke Kantor Desa Sangkala, Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba, Senin 21 Maret 2022. Hari itu, Hasril (9) dan Khairil (7) akan bertemu Bupati Bulukumba Muchtar Ali Yusuf. Sejak dideportasi dari Malaysia awal tahun 2022, inilah kali pertama kedua anak yang sempat ikut dipenjara dalam sel penampungan di Tawau Malaysia pada 2021 berjumpa dengan kepala daerah di kampung halaman orang tuanya, Bulukumba.
Bupati Bulukumba sendiri berinisiatif datang langsung ke Desa Sangkala setelah mendengar ada dua anak yang dideportasi dan dipenjara bersama ayahnya di Malaysia karena tertangkap polisi Malaysia yang melakukan razia di perbatasan Malaysia-Indonesia. Kedua anak itu ternyata sudah berbulan-bulan ikut dipenjara bersama ayahnya, Aris, karena tak memiliki dokumen resmi sebagai tenaga kerja di luar negeri.
“Selama delapan bulan mereka dipenjara. Sampai akhirnya Aris meninggal dunia di dalam tahanan karena sakit,” ujar Syamsinar, saudara Aris yang ditemui RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID di Kantor Desa Sangkala. Saat itu, keluarga nyaris putus asa karena tak tahu harus menghubungi siapa agar bisa membawa pulang Hasril dan Khairil yang ditinggal selama-lamanya oleh sang ayah. Ibu anak-anak itu juga tak bisa dihubungi karena sudah menikah lagi di Malaysia.
Informasi mengenai keberadaan anak-anak ini di dalam penjara Malaysia, akhirnya sampai di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). “Kami mendapatkan laporan ada anak-anak yang dipenjara bersama ayahnya. Ayahnya meninggal dan anak-anak ini tak ada yang mengurus. Tim BP2MI di Nunukan kemudian berkoordinasi dengan BP2MI Sulsel dan kami mendapatkan data bahwa keluarga mereka ada di Desa Sangkala Kabupaten Bulukumba. Upaya pemulangan sampai ke kampung halaman dan selamat tiba di keluarga inilah yang kami telah lakukan,” ujar Kepala BP2MI Sulsel Mohd. Agus Bustami.
Kini, Khairil dan Hasril sudah aman berada di kampung halaman orang tuanya di Kajang. Keduanya tinggal bersama sang nenek yang bekerja sebagai buruh penyadap karet. Andi Utta sapaan akrab Bupati Bulukumba Muchtar Ali Yusuf memberikan perhatian besar dengan memastikan hak-hak anak-anak itu khususnya hak pendidikannya terpenuhi. Andi Utta bahkan berjanji akan membiayai pendidikan kedua anak tersebut hingga perguruan tinggi.
Kisah sedih Aris dan anak-anaknya ini menambah panjang cerita buruk tentang kehidupan para pekerja migran yang ada di Malaysia. Aris, warga Kajang yang meninggalkan kampung halaman sejak usia 22 tahun untuk mencari kehidupan yang layak malah berakhir tragis di dalam penjara. Ia bahkan tak sempat dimakamkan di tanah kelahirannya karena meninggal dunia di dalam sel penampungan dan dimakamkan di perbatasan Indonesia-Malaysia.
“Saya ditelepon oleh orang imigrasi Malaysia, katanya kakak saya meninggal. Anaknya akan dideportasi, untung ada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang membawa pulang ponakan saya ke kampung,” kata Samsinar yang menyebut selama di Malaysia sang kakak bekerja sebagai buruh di perkebunan sawit.
Keluarga pun hanya bisa pasrah karena tak bisa melihat wajah Aris untuk terakhir kali. Aris dimakamkan di Malaysia dan anak-anaknya dideportasi. Kini kedua anak tak berdosa itu harus memulihkan ingatan dan trauma dikejar petugas dan kehidupan keras yang dialami selama di negeri jiran.
Saat berbincang dengan Bupati Bulukumba, si sulung Hasril tampak lebih tegar. Siswa kelas 1 Sekolah Dasar di Dusun Dumpu itu menjawab dengan tangkas pernyataan-pertanyaan dari bupati. Saat ditanya apa cita-citanya, ia langsung menyebut ingin menjadi tentara. “Insya Allah bisa terwujud ya nak. Saya siap bantu untuk itu. Belajar yang rajin dan jadi anak pintar yang bisa membanggakan keluarga,” kata Andi Utta sambil merangkul kakak beradik tersebut.  Bupati juga memberikan bantuan uang tunai kepada keduanya. Khairil yang baru berusia 6 tahun lebih banyak diam dan tertunduk. Ia bahkan langsung menangis dan sesengukan. Tampak ia masih menyisakan trauma dan takut bertemu banyak orang berseragam.

Bupati sendiri berusaha menyembunyikan kesedihan. Pemilik perusahaan Amaly Group itu sangat tersentuh dengan perjuangan kedua bocah yang harusnya masa kecil mereka dihabiskan dengan bermain dan bergembira, tapi malah merasakan pahitnya sel penjara di negeri orang.

“Ini pekerjaan rumah paling besar yang harus diselesaikan. Memikirkan cara agar warga tak lagi bekerja sebagai buruh kasar di negeri orang dengan gaji yang tidak seberapa tapi menghadapi risiko yang sangat besar. Bulukumba ini sangat kaya potensinya. Warga harus bisa sejahtera dan hidup layak di kampung sendiri,” tandasnya. Kalaupun harus ke luar negeri kata Andi Utta, ia berharap masyarakat Bulukumba mengurus dokumen lengkap agar mendapatkan jaminan kesehatan dan perlindungan selama berada di luar negeri.***

  • Bagikan