Mengenal Ulama Penyebar Islam di Bulukumba Sebelum Masuknya Datuk Tiro

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID — Bulukumba merupakan daerah yang tercatat dalam sejarah sebagai pusat penyiaran agama Islam di wilayah selatan, Sulawesi Selatan (Sulsel) di masa lampau. Wilayahnya yang merupakan daerah maritim menjadikan akses begitu mudah untuk dijangkau.
Sebelum Datuk Tiro alias Abdul Jawad Khatib Bungsu ke Bulukumba, pada tahun 1603, telah banyak muballigh yang datang ke wilayah ahli pembuat perahu tersebut.

Beberapa diantaranya adalah Syeh Abdullah, yang makamnya saat ini berada di Karampuang, Bira. Dia merupakan ayah dari Abdul Haris yang merupakan sosok muballig yang dikenal dengan nama Puang Janggo.

Kendati demikian, Islam baru tersebar setelah Datuk Tiro berhasil mengislamkan Karaeng Tiro VIII, La Unru Daeng Biasa.

Sejarawan Bulukumba, Drs Daeng Mapata mengatakan, itu tercatat dalam buku harian Raja Tiro ke-28, Andi Abdul Karim Daeng Mamangka, bahwa islam di Bulukumba tersebar pada tahun 1605, bersamaan dengan islamisasi kerajaan Gowa.

Selain Puang Janggo, ada dua ulama sentra yang masuk di Bulukumba pada tahun 1604 Masehi, Syeh Abdul Rahmah, dia merupakan ulama yang datang dari Aceh.

Tapi sebelum di Bulukumba, Syeh Abdul Rahmah telah mengislamkan Lamatti VIII di Sinjai, di tahun 1603. Dia bersama Syeh Hayyung yang juga mengislamkan warga di Bukit Gantarang, Selayar yang saat itu kerajaannya dipimpin oleh Pangalli Patta Raja di tahun 1605, dan berhasil mendirikan masjid tertua, yang namanya Masjid Awaluddin.

“Tidak ada catatan jelas mengenai Syeh Abdul Rahma kapan meninggal namun ada makamnya di Bira, Biralohe. Saat ini masuk dalam wilayah Desa Darubiah, Kecamatan Bontobahari,” katanya.

Keduanya gagal melakukan islamisasi di Bulukumba, khusunya di Tiro karena beberapa muballigh yang cenderung pada syariat islam.

Berbeda dengan cara Datuk Tiro yang masuk dengan cara pendekatan budaya serta lebih pada hakikat, pengenalan islam pada keesaan tuhan yang maha esa yakni Allah.

“Datuk Tiro menyebarkan islam pada pendekatan mistik tasawuf. Kelebihan Datuk Tiro dia mampu mendudukkan kelapa, termasuk menciptakan sumur panjang di Hila-hila,” kata Daeng Mapata.

Beberapa wilayah yang disentuh Datuk Tiro salah satunya merupakan wilayah Kajang. Hanya saja dalam islamisasi di sana, Datuk Tiro belum tuntas dalam mengajarkan Islam.

“Itu dikatakan Prof Mattulada dalam seminarnya, Kajang menganut agama Patuntung, ada pedoman khusus yang mirip ajaran islam,” kata Daeng Mapata.

Di Kajang katanya, lebih tinggi adat dari pada agama, sehingga Islam tidak bisa mempengaruhi. (ewa)

  • Bagikan